Rabu, 24 Desember 2014

Contoh Kasus Cyber Crime bentuk Carding



Kejahatan kartu kredit yang dilakukan lewat transaksi online di Yogyakarta
Polda DI Yogyakarta menangkap lima carder dan mengamankan barang bukti bernilai puluhan juta, yang didapat dari merchant luar negeri. Begitu juga dengan yang dilakukan mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Bandung, Buy alias Sam. Akibat perbuatannya selama setahun, beberapa pihak di Jerman dirugikan sebesar 15.000 DM (sekitar Rp 70 juta). Para carder beberapa waktu lalu juga menyadap data kartu kredit dari dua outlet pusat perbelanjaan yang cukup terkenal. Caranya, saat kasir menggesek kartu pada waktu pembayaran, pada saat data berjalan ke bank-bank tertentu itulah data dicuri.
Akibatnya, banyak laporan pemegang kartu kredit yang mendapatkan tagihan terhadap transaksi yang tidak pernah dilakukannya. Modus kejahatan ini adalah penyalahgunaan kartu kredit oleh orang yang tidak berhak. Motif kegiatan dari kasus ini termasuk ke dalam cybercrime sebagai tindakan murni kejahatan. Hal ini dikarenakan si penyerang dengan sengaja menggunakan kartu kredit milik orang lain. Kasus cybercrime ini merupakan jenis carding. Sasaran dari kasus ini termasuk ke dalam jenis cybercrime menyerang hak milik (against property). Sasaran dari kasus kejahatan ini adalah cybercrime menyerang pribadi (against person).
Ada beberapa tahapan yang umumnya dilakukan para carder dalam melakukan aksi kejahatannya :
·         Mendapatkan nomor kartu kredit yang bisa dilakukan dengan berbagai cara antara lain : phising ( membuat situs palsu seperti dalam kasus situs klik.bca) , hacking, sniffing, keylogging, worm, chatting dengan merayu dan tanpa sadar memberikan nomor kartu kredit secara sukarela, berbagi informasi antara  carder, mengunjungi situs yang memang spesial menyediakan nomor nomor kartu kredit buat carding  dan lain lain yang pada intinya adalah untuk memperolah nomor kartu kredit.
· Mengunjungi situs situs online yang banyak tersedia di internet seperti ebay (http://www.id.ebay.com/what-is-eBay.htm), amazon (www.Amazone.com) untuk kemudian carder mencoba coba nomor yang dimilikinya untuk mengetahui apakah kartu tersebut masih valid atau limitnya mencukupi.
·         Melakukan transaksi secara online untuk membeli barang seolah olah carder adalah pemilik asli dari kartu tersebut.
·         Menentukan alamat tujuan atau  pengiriman, sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia dengan tingkat penetrasi pengguna internet dibawah 10 % namun menurut survei AC Nielsen tahun  2001 menduduki peringkat ke enam di dunia dan keempat di Asia untuk sumber para pelaku kejahatan carding. Hingga akhirnya Indonesia di black list oleh banyak situs situs online sebagai negara tujuan pengiriman oleh karena itu para  carder asal Indonesia yang banyak tersebar di Jogja, Bali, Bandung dan Jakarta umumnya menggunakan alamat di Singapura atau Malaysia sebagai alamat antara dimana di negara tersebut mereka sudah mempunyai rekanan.
·         Pengambilan barang oleh carder.

Sebagai salah satu jenis kejahatan berdimensi baru carding mempunyai karakteristik tertentu dalam  pelaksanaan aksinya yaitu :
1.   Minimize of physycal contact karena dalam modusnya  antara korban dan pelaku tidak pernah melakukan kontak secara fisik karena peristiwa tersebut terjadi di dunia maya , namun kerugian yang ditimbulkan adalah nyata. Ada suatu fakta yang menarik dalam kejahatan carding ini dimana pelaku tidak perlu mencuri secara fisik kartu kredit dari pemilik  aslinya tapi cukup dengan mengetahui nomornya pelaku sudah bisa melakukan aksinya, dan ini kelak membutuhkan teknik dan aturan  hukum yang khusus untuk dapat men jerat pelakunya.
2.   Non violance ( tanpa kekerasan ) tidak melibatkan kontak fisik antara pelaku dan korban seperti ancaman secara fisik untuk menimbulkan ketakutan sehinga korban memberikan harta bendanya. Pelaku tidak perlu mencuri kartu kredit korban tapi cukup dengan mengetahui nomor dari kartu tersebut maka ia sudah bisa beraksi.
3.  Global karena  kejahatan ini terjadi lintas negara yang mengabaikan batas batas geografis dan waktu.
4.  High Tech ,menggunakan peralatan berteknologi serta memanfaatkan sarana / jaringan informatika dalam hal ini adalah internet.

Mengapa penting memasukkan karaktreristik menggunakan sarana/jaringan internet dalam kejahatan carding ? Hal ini karena credit card fraud dapat dilakukan secara off line dan on line. Ketika digunakan secara offline maka teknik yang digunakan oleh para pelaku juga tergolong sederhana dan tradisional seperti :
·         Mencuri dompet untuk mendapatkan kartu kredit seseorang.
·         Bekerjasama dengan pegawai kartu kredit untuk mengambil kartu kredit nasabah baru dan
·         memberitakan seolah olah kartu sudah diterima.
·         Penipuan sms berhadiah dan kemudian meminta nomor kartu kredit sebagai verifikasi.
·         Bekerjasaman dengan kasir untuk menduplikat nomor kartu dan kemudian membuat kartu palsu dengan nomor asli.
·         Memalsukan kartu kredit secara utuh baik nomor dan bentuknya.
·         Menggunakannya dalam transaksi normal sebagaimana biasa.

Beberapa solusi untuk mencegah kasus di atas adalah:
·      Perlu adanya cyberlaw: Cybercrime belum sepenuhnya terakomodasi dalam peraturan / Undang-undang yang ada, penting adanya perangkat hukum khusus mengingat karakter dari cybercrime ini berbeda dari kejahatan konvensional.
·      Perlunya Dukungan Lembaga Khusus: Lembaga ini diperlukan untuk memberikan informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime.
·      Penggunaan enkripsi untuk meningkatkan keamanan. Penggunaan enkripsi yaitu dengan mengubah data-data yang dikirimkan sehingga tidak mudah disadap (plaintext diubah menjadi chipertext). Untuk meningkatkan keamanan authentication (pengunaan user_id dan password), penggunaan enkripsi dilakukan pada tingkat socket.

Sumber : http://cekiberkrim.blogspot.com/p/v-behaviorurldefaultvmlo.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar